Rabu, 29 Februari 2012

Hai kau Metalheads, kita Punya Hajatan!



Saya sempat antusias ketika mendengar bahwa "Raja" akan datang pada Juni 2012. Saya telah mengumpulkan receh demi receh untuk sekedar menghadiri "perjamuan" dari SLAYER, METALLICA,ANTHRAX dan MEGADETH di Indonesia. Tapi sayang, ternyata itu hanya sebuah isu murahan. Hingga hari ini, saya masih menyesali, kenapa itu hanya sebatas isu.

Suatu hari saya iseng kulbuk (kuliah facebook) di malam yang dingin. Ternyata ada sebuah undangan konser dari teman saya. Ternyata, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah "hajatan metal" terbesar se Asia Tenggara. Tentu saja saya antusias. Sepertinya ini adalah obat bagi para "metalheads" yang merindukan hadirnya sang "Raja" di Indonesia.  Seperti halnya saya, saya tentu sangat antusias, walaupun konser Metallica tetap tidak tergantikan oleh apapun, tapi setidaknya hal ini dapat menjadi obat rindu yang 50% cukup mujarab.

Jadi, hai metalhead, sudah siapkah dengan amunisimu pada 28 April 2012? So Don't Miss it,Guys!

Keep Metal!!

Sabtu, 25 Februari 2012

Hilangnya Rambu Anarki

 Galang Rambu Anarki


Galang Rambu Anarki anakku
Lahir awal Januari
Menjelang pemilu
Galang Rambu Anarki dengarlah
Terompet tahun baru
Menyambutmu
Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu
Ditandai BBM membumbung tinggi
Maafkan kedua orang tuamu kalau
BBM naik tinggi
Orang pintar tarik subsidi
Mungkin bayi kurang gizi
Galang Rambu Anarki anakku
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
Doa kami di nadimu
Galang Rambu Anarki dengarlah
Terompet tahun baru
Menyambutmu
Galang Rambu Anarki ingatlah
Tangisan pertamamu
Ditandai BBM melambung tinggi
Maafkan kedua orang tuamu kalau
BBM naik tinggi
Orang pintar tarik subsidi
Anak kami kurang gizi
Galang Rambu Anarki anakku
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku
Doa kami di nadimu
Cepatlah besar matahariku
Menangis yang keras janganlah ragu
Hantamlah sombongnya dunia buah hatiku

Doa kami di nadimu


Tanggal 1 Januari 1982, Pria berkumis lebat, berambut gondrong, tampak berdiri gemetar. Perasaannya bercampur aduk. Pria itu bernama Virgiawan Listianto, ia merasa aneh menjadi ayah. Antara heran, bingung, bangga memiliki keturunan, hingga munculnya tanggung jawab untuk merawat anaknya.

Pria yang berprofesi sebagai musisi ini lantas menamai anak itu, Galang Rambu Anarki. Nama ini kemudian dijadikan lagu di album opini yang liris pada tahun yang sama. Lagu ini terdengar indah dan aktual sampai sekarang. Lagu ini semacam ode buat anak tercinta yang di campur dengan kritik sosial.

***

Galang begitu panggilannya, tumbuh menjadi anak yang cerdas. Endi Aras, kawan ayahnya bercerita, ia sering bermain tembak-tembakan dengan Galang. Muhammad Ma'mun, seorang kawan karib bapaknya juga memiliki kisah kenangan dengan Galang. Ma'mun bahkan menciptakan teman imajinasi bernama Gringgong, seorang jagoan seperti Tarzan. Galang selalu menagih cerita itu ketika Ma'mun berkunjung ke rumah bapaknya.

Waktu terus berlalu, Galang pun menjadi dewasa, walaupun  ia adalah anak musisi terkenal, Galang tak pernah foya-foya. Ia hanya meminta uang untuk naik taksi ke sekolahnya saja.

"Untuk beli-beli dia nggak punya uang" ujar Iwan, panggilan akrab sang bapak.

Merasa memiliki bakat di bidang musik, Galang memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya di SMP Pembangunan Jaya, sekolah swasta mahal di daerah Bintaro. Ia membuat rekaman pertamanya bersama bandnya Bunga. Ketika itu Galang masih berusia 14 tahun.

 Iwan yang sudah angkat tangan, datang ke Ma'mun, “Mas gimana nih, Galang nggak mau sekolah lagi?” “Terus maunya apa?” “Embuh, main musik atau buka bengkel.”

Keras kepala Galang terus menjadi, setelah memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah, ia ingin mengendarai mobil. Alhasil ia pergi ke pulau Bali dari Jakarta menaiki mobil. Waktu itu, ia belum pandai menyetir, dan tidak memiliki surat izin.

Menjadi seorang anak musisi besar, tak serta merta membuatnya bahagia. Pernah Galang pergi dari rumah. Ini semacam eskapis dari bayang-bayang sang bapak. Tapi dalam pelariannya, ia merasa tak nyaman. Ia merasa selalu diawasi oleh ayahnya. Itu karena poster-poster dan foto bapaknya terpajang dimana-mana. Akhirnya Galang memutuskan kembali ke rumah.

Iwan pernah memakai narkoba. Kebiasaan buruk ini kemudian ditiru oleh anaknya, Galang. Berawal dari merokok, kemudian berlanjut memakai obat. Iwan hanya bisa menghela nafas, ia sudah insyaf dan tidak memakai obat, sekarang malah digantikan anaknya. Galang berkata kalau ia hanya mencoba.

"Dia bukan pemakai. Dia sangat cinta keluarganya. Kontrol dirnya sangat kuat." terang Iwan.

Kebetulan juga saat itu Galang punya pacar bernama Inne Febrianti, seorang cewek gaul berparas rupawan yang usianya lebih tua 2 tahun dibanding Galang. Inne juga keberatan kalau Galang memakai obat-obatan. Ia mendorong Galang untuk berhenti. Dan sepertinya Galang memang berhenti memakai obat-obatan.

KAMIS, 24 April 1997. Galang yang kecapaian pulang dari latihan bersamanya bandnya, langsung berpamitan menuju kamar untuk tidur.

Sekitar 4.30 pagi, Kelly Bayu Saputra, sepupu Galang yang tinggal di situ pergi ke kamar Galang. Bermaksud meminjang sisir, ia memanggil Galang. Tak ada sautan dari dalam kamar. Kelly lalu masuk kekamar, dan menggoyang-goyangkan badan galang. Ia kaget karena tak ada respon. Kelly langsung mengetuk kamar Yos, ibunda Galang. Yos langsung bangun dan menuju ke kamar Galang. Badan galang sudah dingin.

 Galang meninggal dunia.

Iwan sangat terpukul. Ia tidak percaya anaknya pergi secepat itu. Pagi itu saudara-saudara berdatangan, begitu juga Ma'mun. Ia tak percaya kalau Galang  meninggal.

"Saya masih tidur, antara percaya dan tidak percaya" ujar Ma'mun.

Ma'mun yang berada di samping Iwan terus dipeluk sambil mendegarkan Iwan berkesah.

"Jagain mas, jagain anak-anak mas" kata Iwan dengan lirih. Ia seperti terhantam kenyataan bahwa ia belum bisa jadi bapak yang baik.

Endi Aras yang saat itu ikut memandikan jasad Galang, bercerita “Aku ikut memandikan (jasad Galang),” kata Endi. Ketika Iwan memandikan jasad anaknya, dia berujar berkali-kali, “Galang, kamu sudah selesai, Papa yang belum … Lang, kamu sudah selesai, Papa yang belum …..”
 
Setelah pemandian jenazah selesai, muncul masalah. Iwan yang saat itu sedang emosional dan berada di titik teredah dalam hidupnya, ingin Galang dimakamkan di rumah. Ia pun menelpon Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk menanyakan bagaimana hukum agama memakamkan orang di rumah. Gus Dur yang saat itu belum jadi presiden Indonesia pun menjelaskan bahwasanya dalam aturan Islam, diperbolehkan memakamkan jenazah di rumah. Pemakaman bergantung wasiat almarhum atau keinginan keluarga. Tapi saat itu Gus Dur menjelaskan kalau di Jakarta tidak bisa memakamkan jenazah di rumah sendiri karena lahan yang terbatas.

"Di Jakarta nggak boleh... Kalau Bogor boleh." ujar Gus Dur. Entah apa alasan Gus Dur menyebut Bogor.

Akhirnya Iwan memutuskan bahwa Galang akan dimakamkan di Leuwinanggung. Jenazah Galang disemayamkan terlebih dahulu di masjid Bintaro. Sekitar 2.000 orang jemaah yang shalat di masjid itu juga ikut menyembahyangkan Galang.

Kematian Galang yang mendadak dan misterius sempat menimbulkan desas desus tidak jelas. Ada yang bilang Galang meninggal karena overdosis. Gosip itu diperkuat dengan kondisi tubuh Galang yang kurus ceking. Tapi tak pernah ada yang tahu apa penyebab kematian Galang. Tapi Yos berkata bahwa Galang meninggal karena asma. Iwan sendiri mengatakan fisik Galang agak lemah dan ia lemah di pencernaan.

Yos berkata bahwa "pemberontakan" Galang adalah bentuk protes terhadap Iwan yang terlalu sibuk hingga sedikit mengabaikan keluarganya. Yos sendiri tampak lebih tabah menghadapi meninggalnya putra pertama mereka. Sedang Iwan lebih terpukul dan menyesal.

"Sampai sekarang masih ngimpi, terutama zaman manis-manisnya ketika Galang masih kecil" ujar Iwan di suatu wawancara medio 2002 silam.

Iwan mengatakan meninggalnya Galang seperti menjadi cermin instropeksi bagi dirinya. Ia selalu berkaca pada tragedi yang memilukan itu.

"Kematian Galang membuat saya lebih menghargai fungsi bapak, fungsi suami. Kalau saya dulu bisa lebih bersahabat, jadi gurunya, jadi lawannya, mungkin akan lain ceritanya" kata Iwan. Kehilangan itu lantas dijadikan semacam bara semangat untuk dirinya dalam bermusik.

"Dia pilih musik, bahkan dia keluar sekolah. Dia mau menikah waktu itu. Dia percaya musik bisa menghidupi istrinya. Masakan saya gak berani... rasanya disini senep... apalagi kalau kenangan itu datang" kisah Iwan. 
 
Kehilangan memang tak pernah mudah dihilangkan.

 







Senin, 20 Februari 2012

2012 : Libur nasional dan kemana kaki akan melancong?


Saya sering sekali menghabiskan waktu dikamar, dan sekedar memandangi kalender, sambil menyusun resolusi travelling di tahun 2012. Saat saya mencoba menyusun rencana ke Lombok, sepertinya saya harus berpikir ulang, biaya menjadi faktor utama. yah walaupun saya tahu bahwa "Uang adalah hal terakhir dalam hal Travelling", tapi tetap saja, saya masih khawatir dengan masalah ini.

Alhasil, saya hanya menyusun destinasi travelling yang masih jauh di angan sambil melihat informasi dari berbagai sumber di internet.