Selasa, 11 September 2012

Sesaat







Saya masih dengan kusyuk mendengarkan lagu ini, hingga akhirnya saya tertidur di dalam bus tujuan Sampang Madura.
Yap, saat itu adalah hari ke 3 saya di Surabaya, dan saya telah berada di  dalam bus jurusan Madura. Langit daratan Madura kala itu mendung sendu, alias mendung berat. Hujan juga kadang-kadang muncul cepat. Tapi tak lama kemudian melebur bersama tanah. Perjalanan 5 jam menuju Sampang bukan merupakan hal yang cepat, sehingga  passion harus gelut dengan bosan saya untuk tetap mendukung saya sampai di sana. Saya kemudian memutar music mp3 saya, iseng-iseng saya putarkan lagu Kla Project berjudul Jogjakarta.  Baru beberapa bait, katon mensyiarkan lagu itu, tetapi telah membuat saya kangen dengan kota itu. Kota sejuta pesona, tak peduli malam atau siang, gelap atau terang. Sedikit penggalan lagu membuat saya benar-benar harus kembali ke Jogja dengan cepat. Saya jadi homesick berat kala itu. #sigh!


Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja

Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu

(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati

Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…

Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
(untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…

(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali)
Tak kembali…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati

Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi, abadi…


Tapi, tiba-tiba saya jadi risih ketika seorang ibu-ibu paruh baya memutar musik yang sama, dengan irama yang keras. Dengan arransemen yang berbeda dan suara yang serak mendayu tak nikmat. Saya mendadak ingat sebuah band berwarna janda merusak kesakralan lagu ini menjadi bubrah! Payah nian!